Dicari Pahlawan Lingkungan
Oleh: Caroline Pintauli
Seorang perempuan biasa bernama Erin Brockovitch ikut andil dalam memenangkan US$ 333 juta, atas ganti rugi pencemaran lingkungan. Tidak mengherankan jika film ini mengantar Julia Roberts meraih Piala Oscar 2001. Seandainya cerita dari kota kecil Hinkley dengan setting Tahun 1993 ini bukan kejadian sebenarnya, mungkin kita menganggap Erin B. adalah pahlawan film, layaknya Rambo. Apalagi kita sadar, kemenangan korban pencemaran lingkungan, belum pernah terjadi, bahkan sulit terjadi sepanjang 20 tahun lebih gerakan lingkungan di Indonesia! Kasus pencemaran lingkungan di negara ini sering tidak tuntas, dengan alasan tidak cukup data atau bukti. Kalaupun sampai pengadilan, belum pernah menang, atau menghasilkan keputusan ganti rugi yang mamadai, baik atas nama korban maupun lingkungan. Perusahaan pencemar lebih lihai dalam berkelit dan lebih punya argumen dalam membantah bukti.Advokasi kasus lingkungan memang butuh kerja keras dan sikap konsisten. Di dalamnya ada investigasi cermat, biaya besar, waktu panjang, ketahanan mental serta kreativitas dalam menghadapi ancaman dan hambatan. Yang dimaksud dengan hambatan adalah tertutupnya informasi perusahaan, ketersediaan data akurat, dokumentasi pemerintah yang amburadul, kolusi pejabat dan sebagainya. Belum lagi kesabaran dalam menggali keterangan, karena masyarakat korban takut intimidasi. Kasus lingkungan bisa berakhir dengan kepasrahan menerima nasib, karena kasus terlupakan oleh publik, menunggu tinjauan ulang hingga berujung amuk massa dan kerusuhan. Sebagai contoh, PT Inti Indo Rayon Utama yang mencemari Sungai Asahan, menghabiskan waktu lebih dari 15 tahun untuk ditutup. Itupun belum tuntas karena masih harus mendengar pendapat semua stakeholder, audit ulang dan diwarnai pro-kontra masyarakat. PT Freeport Indonesia telah menghabiskan 30 tahun negosiasi masyarakat Amungme dan Kamoro di sekitar lahan konsesi. Limbah tailingnya pernah beberapa kali menjebolkan Danau Wanagon. Kontrak karya (KK) April 1967 dibuat tanpa keterlibatan masyarakat Papua. Pembuangan limbah batuan dalam jumlah yang sangat besar juga menimbulkan perubahan bentang alam (geomorfologi), mudah longsor, dan perubahan habitat flora akibat penimbunan. Ada lagi kasus Newmont. Pemerintah akan dirugikan minimal Rp 106,8 miliar/tahun, apabila PT Newmont Minahasa Raya (NMR) ditutup, termasuk di antaranya kerugian akibat hilangnya pajak dan non pajak sebesar Rp 85,5 miliar/tahun. Kecuali itu sekitar 2.800 karyawan terancam kehilangan pekerjaan.Kasus limbah import, merebak bulan April 2000. Pengusaha Singapura masih "mencari” lokasi khusus, sebagai tempat membuang tanah galian terowongan, Mass Rapid Transit (MRT, kereta api bawah tanah Singapura) yang diduga mengandung B3 (bahan berbahaya dan beracun). Keuntungan yang didapat Pemda dari 30 juta meter kubik limbah import adalah senilai Rp 120 miliar. Sebuah kompensasi yang menggiurkan dibandingkan dengan harga diri menjadi negara tempat pembuangan limbah.Kasus lingkungan seringkali disertai pelanggaran hak azasi manusia, pencaplokan tanah ulayat, dampak sosial, kerugian ekonomi, konflik horisontal dan penderitaan yang kompleks. Bila diambil benang merahnya, kasus lingkungan di Indonesia selalu terkait dengan kepentingan pemodal, kebijakan pemerintah yang tumpang tindih, aparat yang tidak tegas, dan sanksi hukum yang lemah. Hal ini berdampak dapat dibatalkannya atau ditinjaunya suatu keputusan oleh kepentingan lain yang lebih prioritas: ekonomi negara.Sebenarnya undang-undang kita mampu mengakomodir persoalan lingkungan, tetapi sulitnya menempatkan persoalan lingkungan dalam prioritas negara ini, dibanding keuntungan materil yang didapat dari perusakannya. Bila kondisi ini tidak diperbaiki, maka bisa diramalkan, penyelesaian kasus lingkungan akan semakin jauh dari harapan. Menjadi aktivis lingkunganpun dapat terjebak dalam rutinitas program atau proyek, sehingga lupa berjuang bersama masyarakat, namun sering mengatas-namakan mereka. Hal yang patut diteladani dari Erin Brockovitch adalah semangat dan sikap konsistennya dalam mendampingi korban pencemaran, rajin mencari bukti baru untuk menguatkan posisi tawar masyarakat. Dan yang lebih lagi, keseriusannya dalam menggalang opini.Tetapi untuk negara ini, aktivis lingkungan dan masyarakat masih harus "bertarung” dengan pemilik modal, pengawasan perundang-undangan dan hukum yang lemah, pemerintahan yang belum punya perspektif lingkungan, media pemilih berita, trend isu Sidang Istimewa dan mayarakat apatis yang dilanda krisis. Pengacara yang punya komitmen terhadap lingkunganpun tidak berapa banyak. Ditambah lagi dengan sulitnya melobby tokoh politik "yang dulu banyak janji” untuk memperjuangkan lingkungan, namun hilang ditelan kesibukan lain. Mungkin perlu digagas pendidikan dan penyadaran lingkungan yang lebih riil bagi MPR, DPR, para menteri, hakim, pengacara, Polri, Pemda maupun pihak-pihak lain dalam meningkatkan sense of environmental. Mungkin sudah saatnya mengikutsertakan pendidikan lingkungan dalam kurikulum sekolah. Merancang kebijakan lingkungan yang tidak tumpang tindih dengan kebijakan lain. Menggelar "boikot” bagi perusahaan yang tidak ramah lingkungan, juga bisa dijadikan alternatif.Kasus lingkungan bukan sekedar soal ganti rugi, tetapi juga soal hak azasi manusia, demokrasi dan keberlangsungan kehidupan generasi mendatang.
Penulis adalah, aktivis lingkungan tinggal di Jakarta.
Copyright © Sinar Harapan 2001
Copyright © Sinar Harapan 2001
1 comment:
Bagus Tet, jadilah kau sebagai feminis sejati karena hanya perempuan yang dapat mengubah nasib kaumnya sendiri.
Buat juga puisimu, prosamu. Latih dirimu produktif. Hidup ini hanya sekejap. Gunakan peluangmu, talentamu.
Maju terus
Tongah Medi
Post a Comment