Suatu sore yang dingin, Saya melewatkan waktu makan capcay goreng di sudut kota siantar yang dalam sebulan ini sering terjadi pemadaman listrik. Sendirian.Kadang kesendirian itu memang hampa tatkala kita membayangkan beberapa orang di sana mungkin menghabiskan waktu bersama orang-orang terdekat, keluarga bahkan bersama seorang suami atau istri baru.
Entahlah. Toh berita media akhir-akhir ini tidak sedikit memuat fakta ada istri yang mencipratkan soda ke muka suaminya, padahal baru menikah 4 bulan, atau seorang suami yang tega membunuh istri dan bayi dalam perutnya karena cemburu..padahal mereka baru menikah 6 bulan? Hiii!!
Seorang pendeta yang baru sebulan menikah tiba-tiba mengirim sms ke hp saya. Wah ada apa neh..? Singkat cerita kami janjian ketemu di rumah saya, dengan pesan tegasnya untuk membawakan mie goreng dan bir kaleng. ups! Siapa bilang pendeta tidak boleh minum bir?
Sudah sebulan kami menikah, katanya.
Aku berupaya membebaskannya dari pengaruh orangtuanya.
Tak jarang dia melawan aturan-aturan yang sudah kuumumkan
Dia terbengong-bengong (bahkan jangan-jangan menyesali) setelah melihat kondisi asliku
Mungkin aku ingin mengujinya dengan kondisi susah selama ini
Aku kehilangan semangat sebulan ini (mungkin karena asik memulai kehidupan baru -kataku)
Kami kan tidak harus melewati waktu bersama-sama?
Siapa bilang pendeta gak boleh nonton film porno atau kentut sembarangan?
Kenapa dia keberatan ketika aku ingin sendirian membaca buku dan menyuruhku tidur?
Aku tidak pernah mempunyai motivasi memperalatnya-kenapa orang-orang menuduhku demikian?
Wah orangtuanya sudah intervensi, demi supaya anak gadisnya tidak sengasara, mau memindahkan tugasku..itu sudah keterlaluan! aku terluka tapi masih kutahan
Aku kasihan melihat dia tidak senang dengan kondisiku yang tidak punya lemari dan tempat tidur layak, bahkan tubuhnya gatal-gatal
Apakah aku mampu membuatnya bahagia? apakah dia berbahagia bersamaku? sampai kapan dia bertahan?
So..(apakah sekarang dia baru sadar bahwa aku lah yang cocok menjadi istrinya?) Nop! Dia sangat mencintai istrinya demikian sebaliknya.
Tidak seperti kekasih abadiku yang bilang : "Bagaimana mungkin? Aku menderita bersamamu sebab perasaanku padamu tidak seperti perasaan seorang suami terhadap istri."
Bagaimanakah perasaan suami terhadap istri itu? Aku tidak tahu. Mmenjadi raja yang dilayani? Bergairah terus menerus? memujanya setiap hari sebagai pribadi tanpa kekurangan? ataukah hubungan antara seorang yang mengendalikan terhadap yang dikendalikan? seorang yang kuat melindungi yang lemah lembut? Ataukah hubungan penguasa dan si penurut?
Adakah film yang bisa kubawa? katanya (Maksud hati pendeta menghiburku malah aku yang menghiburnya he..he) Aku memilihkan sebuah judul "after the wedding" sebuah film tentang aktivis yang harus memilih antara pengabdian dan tanggung jawab keluarga. Kukatakan..mataku sampai bengkak-bengkak menontonnya. Semoga saja dia kembali semangat. Seorang istri baru yang menemani seharusnya memberi semangat. Entahlah aku tak yakin apa yang berkecamuk dalam hatinya.
Dia memasuki kamarku. Aku kesini hanya untuk mengenang. Namun keris di dindingmu menakutkan, katanya. Aku hanya tersenyum mengerti. Sebuah kenangan akan membuatnya hidup beberapa bulan ini. Kurasa. Aku hanya bersyukur keris itu ada disana, setidaknya malam ini.
Mungkin Pengalaman Beristri itu bisa dengan indah tertuang dalam sajak Mardi Luhung, seorang penyair dari Gresik yang membuka ruang sadar saya-menuliskannya untuk "kekasih abadi" saya yang kini tengah bingung karena kecemasan nya yang tidak beralasan "takut terpenjara oleh saya" well.., dalam bahasa sana kalo kita bilang membebaskan itu malah berarti memenjarakan secara tersirat. Entahlah.
PENGALAMAN BERISTRI
Telah aku loloskan sebagian ruhku, dan aku sapukan ke wajahnya.
Dan wajahnya yang putih kini sedikit terbakar. Dan ada gurat
di pipinya. Seperti gurat kecapi yang selalu aku petik di pagi
hari. Akh, apa memang dia mimpiku? Tapi mengapa terlalu nyata
bagi dirku. Dan apa memang dia bintangku? Di langit mana
dia pernah aku letakkan? di barat, utara, selatan ataukah timur?
Ketika berdekatan, nafasnya memburu membunuhku. Akupun mati
berkali-kali. Hidup berkali-kali. Apa dunia yang aku pijak
miliknya? Apa dunia yang aku buang dirampasnya? Ada merpati
yang selalu muncul dari badannya. Selalu mengibas. Selalu dan selalu
membuatku gemetar. Di depannya, apa aku lelaki atau
bukan? Dia mengalahkanku pelan-pelan. Pelan-pelan sekali.
Jika dia pergi, aku mendesir. Aku buru dia, dia pun balik
ke rumah. Dia mawar sekaligus duri. Duri tapi aku suka sekali
dilukai. Dan setiap dia berkalimat, aku hilang bahasa. Dia
memang ahli, aku ingin lebih ahli. Dia menampik, bagaimana aku
lebih ahli menampik? Seluruh bau miliknya terasa begitu melekat.
Tapi bagaimana seluruh bau milikku? Apakah juga melekatinya?
Dia memang memujaku, tapi aku hilang rupa. Tak berbekas.
Gresik, 2007 Mardi Luhung