Monday, October 16, 2006

Pada Sebuah Pantai:Interlude


Saya suka bait akhirnya dan seorang teman mengirimkan bagian utuhnya. Ternyata lebih indah.

Carol, kalo bait yang salah kamu kutip itu, pasti judulnya Pada Sebuah Pantai: Interlude.
mau lengkapnya?

Semua ini hanya terjadi dalam sebuah sajak
yang sentimentil. Yakni ketika pasang berakhir,
dan aku menggerutu, 'masih tersisa
harum lehermu';dan kau tak menyahutku.

Di pantai, tepi memang tinggal terumbu,
hijau (mungkin kelabu).Angin amis.
Dan di laut susut itu, aku tahu,
tak ada lagi jejakmu.
Berarti pagi telah mengantar kau kembali,
pulang dari sebuah dongeng tentang jin yang memperkosa putri
yang semalam mungkin kubayangkan untukmu,
tanpa tercatat, meskipun pada pasir gelap.

Bukankah matahari telah bersalin dan
melahirkan kenyataan yang agak lain?
Dan sebuah jadwal lain?
Dan sebuah ranjang dan ruang rutin, yang setia,

seperti sebuah gambar keluarga(di mana kita, berdua, tak pernah ada)?

Tidak aneh.Tidak ada janji

pada pantai yang kini tawar tanpa ombak (atau cinta yang bengal).
Aku pun ingin berkemas untuk kenyataan-kenyataan,
berberes dalam sebuah garis, dan berkata:
'Mungkin tak ada dosa,tapi ada yang percuma saja.
'Tapi semua ini terjadi dalam sebuah sajak yang sentimentil.
Dan itulah soalnya.
Di mana ada keluh ketika dari pohon itu
mumbang jatuh seperti nyiur jatuh dan
ketika kini tinggal panas dan pasir yang bersetubuh.

Di mana perasaan-perasaan memilih artinya sendiri,
di mana mengentara bekas dalam hati
dan kalimat-kalimat biasa berlarat-larat (setelah semacam affair singkat),
dan kita menelan ludah sembari berkata: "Wah, apa daya.'
Barangkali kita memang tak teramat berbakat

untuk menertibkan diri dan hal ihwal dalam soal seperti ini.
Lagi pula dalam sebuah sajak yang sentimentil

hanya ada satu dalil: biarkan akal yang angker itu mencibir!
Meskipun alam makin praktis
dan orang-orang telah memberi tanda DILARANG NANGIS.
Meskipun pada suatu waktu,
kau tak akan lagi datang padaku.
Kita memang bersandar pada apa yang mungkin kekal,
mungkin pula tak kekal.


Kita memang bersandar pada mungkin
Kita bersandar pada angin
Dan tak pernah bertanya: untuk apa?
Tidak semua, memang, bisa ditanya untuk-apa.
Barangkali saja kita masih mencoba
memberi harga pada sesuatu yang sia-sia.
Sebab kersik pada karang, lumut pada lokan,
mungkin akan tetap juga di sana --apa pun maknanya.

(1973, Goenawan Muhamad)
Siapakah diantara kamu yang karena kekuatirannya dapat menambahkan sehasta saja pada jalan hidupnya? (matius 6:27)

Jika anda tahu bahwa Anda harus menunggu, mengapa tidak memilih untuk menikmati hidup ini sambil Anda menunggu? Mengapa tidak bergembira sementara Tuhan sedang bekerja mengubah sesuatu?

ANTUSIASME 2008

Sungai dan laut bisa merajai ratusan lembah adalah karena mereka lebih rendah dari lembah-lembah-lembah lainnya, maka mereka menjadi pemimpinnya.

sebab itu, kalau ingin mengatasi manusia bicaralah dengan gaya merendah, kalau ingin memimpin manusia, bicaralah dengan gaya seoloah-olah dirimu tertinggal di belakang.

Begitulah orang suci berada di atas tanpa memberatkan manusia lainnya, berada di depan tanpa menghalangi manusia lainnya, berada di depan tanpa menghalangi menusia lainnya maka seisi dunia merasa bahagia dan tak bosan mendorongnya.

Karena ia tak bersaing, maka ia tak tersaingi.. (laozi)