Surat Kepada Seorang Feminis
Dear Mbak Carol yang baik,...
Sebelumnya aku minta maaf jika ada kata-kata yang salah dariku yang menyinggung Mbak Carol pas kita ngobrol kapan hari lalu. Tapi sungguh mengasyikkan bisa berdiskusi dengan seorang feminis, anggota KPUD dan seorang dokter hewan. Namun yang membuatku bergairah berdiskusi dengan Mbak adalah ketika Mbak menyebutku sebagai seorang yang tak mengerti akan feminisme dan menyamakan feminisme dengan sex bebas. Yuk kita bahas satu persatu masalah ini (mulai serius nih,..hehehehe)
Feminisme,...mungkin memang aku gak terlalu banyak tahu tentang hal yang satu ini. Tapi paling tidak aku selalu baca rubriknya di harian Kompas tiap hari Senin. Jadi sedikit-sedikit aku tahu tentang hal ini. Menurutku feminisme adalah sebuah faham yang ingin memperjuangkan kedudukan perempuan yang lebih adil di tengah budaya patriarkhi yang masih kental ini. Berusaha mendudukkan posisi perempuan sejajar dengan pria. Tentu definisi ini bisa salah dan masih bisa diperdebatkan.
Jawaban:
ya. Kurang lebihnya arti feminisme menyangkut kesadaran dan pengakuan "bahwa telah terjadi ketimpangan" dalam posisi, pola relasi dan peran antara laki-laki dan perempuan. Seorang feminis adalah seorang yang berjuang memperkecil ketimpangan itu.
Masalahnya yang kulihat di kenyataan (dan mungkin juga banyak orang awam melihat) orang yang memproklamirkan dirinya feminis terkesan “beda” dengan perempuan kebanyakan. Bedanya misalnya mereka betah melajang (tentu dengan banyak alasan) bahkan berniat gak nikah seperti Ayu Utami contohnya. Namun ada yang menikah namun berkomitmen tidak memiliki anak seperti Wardah Hafidz (sorry kalo salah nama) dari Urban Poor Consortium. Dan mungkin juga Mbak Carol termasuk salah satunya,...heheheh. Dan tentu masih banyak contoh yang lain.
Jawaban:
Yang membedakan seorang feminis dan bukan adalah "tingkat kesadarannya" Seorang feminis tidak hanya berjenis kelamin perempuan, di jakarta ada sebuah kelompok laki-laki feminis yang beberapa tahun ini dideklarasikan. Laki-laki dan perempuan dapat bekerjasama memperjuangkan dunia yang lebih adil bukan?:) seorang feminis bisa laki2 atau perempuan.
Tentu fenomena ini bagi orang awam sepertiku (dan mungkin bagi yang lain) terasa aneh. Mungkin Mbak bisa menerangkan mengapa hal ini bisa terjadi. Karena standar yang ditetapkan terlalu tinggi, terlalu sibuk dengan aksi sosial atau jangan-jangan memandang rendah atau merasa tidak selevel bersanding dengan laki-laki yang “kuper” akan feminisme kayak aku? Padahal dalam banyak benak orang Indonesia (termasuk aku) yang masih berpegang pada nilai-nilai agama. Keyakinan seperti di atas tentu dirasa aneh. Apalagi di jaman seperti ini yang permisif dan penuh godaan. Membujang tentu sebuah perjuangan yang maha berat. Salut buat Mbak yang kokoh berpegang pada nilai-nilai agama dan norma.
Keputusan Seseorang betah melajang tidak ditentukan oleh feminis tidaknya seseorang. Keputusan itu adalah pilihan bebas tiap pribadi; yang bukan pada tempatnya kita persoalkan :) Banyak para feminis yang berumah tangga sama baik dan buruk nya dng yang bukan feminis. Nah ketika anda mempersoalkan pilihan seseorang untuk nikah-tidak nikah, punya anak-tidak punya anak maka anda sudah masuk kedalam wilayah privasi yang mungkin saya anggap kurang senonoh-karena berpretensi mengasumsikan orang, menilai bahkan terkesan mendiskriminasi.
Mungkin itulah bukti 'kekuperan anda '- mencoba mendefinisikan hidup orang lain atas dasar pemikiran pribadi anda yang belum jelas kebenarannya" Tak pernah saya baca dalam kitab suci manapun, yang mengharuskan orang untuk menikah untuk bisa masuk surga-yang ada hanyalah bagaimana manusia mengupayakan berkelakuan baik, mengasihi sesama dan melaksanakan perintah TUHAN..itupun jika Tuhan dan Surga itu benar-benar ada he..he. Nilai agama yang anda maksud mungkin lebih kepada nilai-nilai yang dikonstruksikan secara turun temurun, -seolah satu-satunya cara menyempurnakan kebahagiaan manusia baru terwujud apabila manusia itu menikah.
Yup zaman penuh godaan..tidak hanya godaan seksual tapi juga godaan korupsi, memfitnah, merampok bahkan membunuh. Kalo dunia ini gak ada godaan ya gak seru :) Bukankah karena itu kita jadi terpanggil sebagai ciptaan Allah yang teruji apakah masuk nominasi? :)
Tapi untuk kasus Mbak, kok Keputusan Mbak masih mau sih nunggu Si Doi yang katanya harus membujang sampai cita-citanya terlaksana? Lantas nilai-nilai feminsime-nya mana nih ? Hehehehe, cinta memang kadang membutakan yah ?
Cinta mungkin sama butanya dengan keadilan di dunia ini:) Namun orang yang sabar menunggu sesuatu yang berharga, saya rasa tidak ada hubungannya dengan feminisme. Kecuali saya terpenjara dalam sebuah rumah tangga yang penuh dengan kekerasan..maka saya tidak layak menyebut diri feminis :)
Yang kedua, bukan maksudku menyamakan feminisme dengan sex bebas, sama sekali tidak. Cuman keterbatasan menjelaskan di SMS lah yang membuatku tidak bisa menuangkan penjelasan buat Mbak Carol. Kalau Mbak menilaiku seperti itu memang gak salah. Sebab masih ada pandangan yang menyamakam gerakan feminisme sebagai gerakan yang tak beda dengan kelakuan flower generation di era 70-an.
Jawaban;Jika anda lebih banyak membaca buku2 dan fakta sejarah maka anda akan lebih paham tentang gerakan feminisme di Indonesia, yang pada suatu masa dikop oleh sebuah gerakan lain yang mendompleng shg membuat interpretasi buruk. Itu kan hanya akal-akalan sebuah rezim masa lampau yang harus dicari lagi bukti2 nya. Feminisme dan seks bebas tidak ada hubungannya. Begitu banyak manusia yang bukan feminis bahkan tidak tau apa itu feminisme melakukan seks bebas :) Hanya karena seorang feminis sadar dan tahu akan pilihan bebasnya bukan berarti dia seorang free sex.
Dan aku rasa feminisme juga marak muncul di dekade 70-an bersandingan dengan munculnya flower generation. Angin feminisme yang dominan berhembus dari barat juga ikut andil dalam kristalisasi pandangan ini. Aku rasa harus dibedakan antara budaya dan kebiasaan serta nilai yang dianut dengan faham feminisme itu sendiri. Bisa jadi seorang penganut feminisme yang berasal dari Norwegia misalnya, suka one night standing karena hal tersebut lumrah di negaranya.
Jawaban: Anda keliru mengatakan feminisme muncul dari barat. Dari buku2 yang saya baca tentang sejarah, feminisme bahkan sudah ada di abad ke 13 di negara ini dan negara2 asia lainnya. Melalui catatan perjuangan kaum perempuan dalam cerita raja2, terutama dalam membela kehormatan bangsa. Hanya saja istilah feminisme baru muncul pada abad 19-an seiring dengan gerakan pengorganisasian perempuan dunia.
jawaban: one night standing? Apakah karena feminis dia melakukannya?atau karena melakukannya dia disebut feminis? ada-ada saja!
ha..ha..anda harus hati2 menghakimi orang lain.saya rasa malah para lelaki dan perempuan saat ini biasa melakukannya di kota-kota besarbahkan kota kecil. Saya punya datanya dari kliping koran demi sebuah kebanggan dan trend global :)well, saya tidak ingin ingin terjerumus,menempatkan diri sebagai penjaga moral dalam hal ini.
Tapi tentu sekali lagi feminisme bukan sex bebas. Dan tak semua penganut feminsime juga penyuka sex bebas. Jadi sekali lagi kutegaskan jika aku tidak menyamakan feminisme dengan sex bebas ! Buktinya Mbak Carol, feminis tapi bukan penganut sex bebas kan.
Nah anda sudah menjawab sendiri kesimpulan anda. Kalo saya menganut sex bebas, memangnya kenapa? Apakah mengetahui bahwa saya masih virgin akan menghibur anda? please deh..
kebanyakan laki2 terjebak dalam asumsi moral yang keliru dalam menilai perempuan lajang berumur :) he..he so berhentilah mendefinisikan hidup seorang perempuan menurut kacamata anda..harus begini begitu. Mudah2 an anda berbakat jadi laki2 feminis yang mulai membuka diri, mulailah dengan menyadari dan menerima bahwa alat kelamin perempuan bukan sesuatu yang harus "anda atur" bagaimana menggunakannya, karena organ itu ada dalam tubuh kami :)
Kiranya sudah banyak yang kutuangkan di surat ini, semoga menjadi pembuka bagi diskusi-diskusi yang lain yang aku harapkan dapat membuka cakrawala pemikiranku. Bukan hanya untuk feminisme belaka, namun untuk hal yang lain juga. Sekali lagi mohon maaf dan terima kasih atas kesediaannya berdialog.
(h, 31, Jember)
sebelum kita sama sederajat, setara, tanpa asumsi anda yang miring tentang feminisme..apakah bisa kita diskusi? hiks