PENDAHULUAN
Berbicara mengenai gender dan budaya Simalungun tidak terlepas dari kenyataan bahwa peradaban ini telah mengajarkan dan mempropagandakan bahwa laki-laki lebih tinggi kedudukannya dibanding perempuan, bahwa perempuan harus dikuasai laki-laki dan merupakan harta dari milik lelaki. Konstruksi pemikiran ini berpengaruh besar pada budaya-budaya di dunia termasuk Simalungun.
Berbicara mengenai gender dan budaya Simalungun tidak terlepas dari kenyataan bahwa peradaban ini telah mengajarkan dan mempropagandakan bahwa laki-laki lebih tinggi kedudukannya dibanding perempuan, bahwa perempuan harus dikuasai laki-laki dan merupakan harta dari milik lelaki. Konstruksi pemikiran ini berpengaruh besar pada budaya-budaya di dunia termasuk Simalungun.
Etnis Simalungun menganut garis keturunan bapak (patriarkat). Ciri patriarkat itu nampak jelas dalam pelaksanaan adat istiadat, antara lain :
1. Marga suami mewarisi marga anak-anaknya dan mewarisi marga anak laki-laki turun temurun.
2. Dalam buku tumpak atau sumbangan biasanya nama bapak yang dituliskan
3. Dalam pembicaraan adat biasanya selalu didominasi oleh bapak
4. Dalam hal ahli waris, dll.
Menurut catatan sejarah, secara sosio-politis Suku Simalungun dipimpin oleh beberapa raja dimana masing-masing raja memiliki daerah kekuasaannya. Poligami banyak terjadi di kalangan para raja, para bangsawan serta orang-orang terhormat seperti anak raja. Maraknya Poligami ini diperkuat dengan adat kebiasaan bahwa kaum pria-lah yang menjadi pewaris harta peninggalan orangtua maupun harta dari saudara orangtuanya jika mereka tidak memiliki anak laki-laki. Jika raja hendak mengawini perempuan lainnya untuk dijadikan istri berikutnya, biasanya tidak perlu meminta persetujuan dari istri pertama dan dari orangtua perempuan tersebut. Bahkan ada kebanggan dari pihak orangtua perempuan jika raja bersedia mengawini anak gadisnya, sebab dengan demikian status sosialnya ikut terangkat. Istri pertama raja disebut Puang Bolon (istri besar) sedang istri berikutnya disebut puang. Jadi pada saat itu kedudukan wanita sangat direndahkan kaum pria terutama jika termasuk rakyat kebanyakan.
BEBERAPA PENGERTIAN
BEBERAPA PENGERTIAN
Perbedaan jenis kelamin dan gender.
Jenis kelamin merupakan perbedaan biologis antara perempuan dan laki-laki. Gender adalah seperangkat ciri-ciri yang spesifik yang dilekatkan kepada perempuan dan laki-laki dan dibangun oleh masyarakat (dikonstruksi masyarakat). Gender juga mengacu kepada hubungan antara perempuan dan laki-laki serta cara-cara bagaimana gender itu dibangun oleh masyarakat. Oleh karena itu gender merupakan istilah yang relatif, di dalamnya tercakup perempuan dan laki-laki. Dengan demikian gender bukan sinonim dari kata perempuan. Gender adalah alat analisis untuk memahami hubungan sosial antara perempuan dan laki-laki.
Kesetaraan gender (gender equality) berarti perempuan dan laki-laki menikmati status yang sama dan memiliki kondisi yang sama untuk menggunakan hak-hak nya dan kemampuannya secara penuh dalam memberikan kontribusinya kepada pembangunan politik, ekonomi, sosial dan budaya.
Keadilan gender (gender equity) adalah proses yang adil bagi perempuan dan laki-laki. Agar supaya proses yang adil bagi perempuan dan laki-laki terwujud, diperlukan langkah-langkah untuk menghentikan hal-hal yang secara sosial dan menurut sejarah telah menghambat perempuan dan laki-laki untuk bisa berperan dan menikmati hasil dari peran yang diinginkannya. Keadilan gender mengantar ke kesetaraan gender.
Keadilan gender (gender equity) adalah proses yang adil bagi perempuan dan laki-laki. Agar supaya proses yang adil bagi perempuan dan laki-laki terwujud, diperlukan langkah-langkah untuk menghentikan hal-hal yang secara sosial dan menurut sejarah telah menghambat perempuan dan laki-laki untuk bisa berperan dan menikmati hasil dari peran yang diinginkannya. Keadilan gender mengantar ke kesetaraan gender.
Hubungan Gender dan Kebudayaan
Adat budaya adalah suatu tata krama yang dikembangkan dalam kehidupan manusia yang mengandung nilai-nilai luhur, yang diwarisi dari generasi ke generasi. Gender mengacu kepada peran-peran dan tanggung jawab perempuan dan laki-laki yang ditentukan oleh masyarakat. Konsep Gender juga mengacu kepada adanya harapan-harapan tentang sikap, prilaku dari perempuan dan laki-laki yang disesuaikan dengan peran dan tanggung jawabnya. Berbagi peran dan harapan ini dipelajari, dapat berubah setiap saat dan bervariasi baik didalam maupun diantara berbagai budaya.
Adat budaya adalah suatu tata krama yang dikembangkan dalam kehidupan manusia yang mengandung nilai-nilai luhur, yang diwarisi dari generasi ke generasi. Gender mengacu kepada peran-peran dan tanggung jawab perempuan dan laki-laki yang ditentukan oleh masyarakat. Konsep Gender juga mengacu kepada adanya harapan-harapan tentang sikap, prilaku dari perempuan dan laki-laki yang disesuaikan dengan peran dan tanggung jawabnya. Berbagi peran dan harapan ini dipelajari, dapat berubah setiap saat dan bervariasi baik didalam maupun diantara berbagai budaya.
Analisis gender memperlihatkan bagaimana subordinasi perempuan dibangun secara sosial. Oleh karena itu berlawanan dari perbedaan yang ditentukan secara biologis yang sifatnya statis. Gender dapat berubah/dirubah. Dalam hal ciri-ciri spesifik yang dilekatkan (baca: dikonstruksikan masyarakat dari generasi ke generasi) maka gender dalam masyarakat Simalungun juga telah mengalami perubahan sepanjang jaman.
GENDER DAN ORGANISASI GEREJA SIMALUNGUN
GENDER DAN ORGANISASI GEREJA SIMALUNGUN
Dalam hal spiritual, gereja juga turut melegitimasi pemikiran bahwa perempuan tidak cukup mampu dan mereka tidak akan pernah menyamai laki-laki dalam harga dan kemampuan. Prasangka gender bukan hal baru dalam gereja. Bahkan masih banyak gereja yang mengkotbahkan bahwa perempuan diciptakan untuk melayani laki-laki. Padahal, tidak ada dasar alkitabiah untuk ide bahwa perempuan tidak dapat mengangkat suara mereka melawan ketidakadilan, menantang dosa dalam gereja atau memanggil orang-orang pendosa supaya bertobat. Tidak ada tuntutan skriptual bahwa ketika perempuan berdoa, bernubuat, memimpin ibadah, mengajar dalam seminar, membangun gereja baru, memulai rehabilitasi obat-obatan, melayani di penjara atau membawakan kotbah, mereka harus melakukannya secara kurang bersungguh-sungguh dibanding para laki-laki.
Peran Perempuan dalam adat Simalungun pada akhirnya turut mempengaruhi pola pengembangan dalam organisasi gereja/penginjilan, organisasi masyarakat serta organisasi politik.
Dalam catatan perkembangan organisasi di tanah simalungun, sejak 1929 telah berdiri Komite Na Ra Marpodah, Kongsi Laita 1931 di Sondi Raya. Tidak ada catatan khusus berapa anggotanya yang perempuan. Yang jelas ide serta kepengurusan organisasi dipegang oleh kaum laki-laki. Statistik jemaat-jemaat Simalungun pada akhir tahun 1940 memberi gambaran betapa mendesaknya menambah tenaga penginjil demi perluasan Injil Kristus di Simalungun. Tercatat pada 3 resort, 63 jemaat, 7994 anggota jemaat, 1378 calon baptis (anggota persiapan) dan sekitar 93.000 orang yang masih perlu di-Kristen-kan. Keadaan ini tidak sebanding dengan jumlah pendeta yang hanya 3 orang. Seiring dengan dibentuknya Parguru Saksi Kristus di Pematang Raya maka keterlibatan kaum perempuan semakin dibutuhkan.
APA YANG SUDAH BERUBAH
Sudah banyak pendeta wanita di GKPS
Sudah banyak pendeta wanita di GKPS
Banyak wanita yang aktif terlibat dalam kepengurusan dan pelayanan gereja sebagai syamas atau sintua, namun masih sedikit yang menjabat vorhanger.
Ada organisasi wanita GKPS yang spesifik menjalankan program-program pemberdayaan anggota jemaat GKPS khusus wanita
Adanya Naboru Parhobas sebagai bagian pelayanan konseling GKPS
Adanya WCC (women crisis center) sebagai bagian pelayanan GKPS
YANG BELUM BERUBAH
YANG BELUM BERUBAH
Belum adanya keterwakilan perempuan dalam sidang tertinggi GKPS bisa dijadikan indikator bahwa selama hampir 105 tahun perempuan belum mendapat tempat dalam ikut menentukan keputusan GEREJA. Dari 120 ribuan anggota Jemaat GKPS, keberadaan perempuan hanya diwakili oleh satu orang, yaitu ketua pengurus pusat wanita GKPS. Alasan yang sering diajukan adalah karena perempuan “dianggap“ tidak mampu melaksanakan tugas seperti laki-laki, masalah hambatan dan keberanian untuk menjadi pemimpin, disamping itu perempuan punya tanggung jawab mengurus suami dan anak-anak di rumah, sehingga khawatir sulit membagi waktu.
Alasan keterwakilan perempuan sudah dipenuhi dengan kehadiran para pendeta wanita, hanya merupakan alasan yang dicari-cari sebagai bukti dari kurangnya kesadaran dan pemahaman para pengambil keputusan, sebab kehadiran pendeta perempuan adalah mewakili jabatannya, bukan mewakili konstituen anggota jemaat perempuan.
Dalam acara-acara gereja, masih terlihat bahwa peran perempuan banyak mengurusi seputar konsumsi
PENUTUP
PENUTUP
Perjuangan untuk mencapai kesetaraan gender, termasuk kebebasan perempuan untuk mengelola kehidupan dan tubuhnya, baik di dalam maupun di luar rumah tangga, membutuhkan waktu yang lama dan dukungan dari berbagai pihak. Dibutuhkan perubahan strategi mendasar dalam pemahaman baru akan Firman Tuhan dan Budaya Simalungun agar dapat menciptakan tatanan masyarakat yang adil bagi perempuan maupun laki-laki, jauh dari penindasan sesuai Kehendak Tuhan.
[1] Disampaikan sebagai bahan seminar Gender Berbasis Budaya Simalungun, Pelpem GKPS, 2008
[1] Disampaikan sebagai bahan seminar Gender Berbasis Budaya Simalungun, Pelpem GKPS, 2008