O, jiwaku, janganlah mengharapkan kehidupan abadi. tetapi jelajahilah segala yang mungkin sampai tuntas (PINDARUS, Piticus ke-3.)
Beribu kejanggalan mangkus dalam sembahyang sepi ketika diri bekerja dalam diam tak seorang pun kan tahu the trouble that I face. Hanya nurani beku terbungkus puisi biru. Ke hadirat Sang Maha tak bernama dan telah kucoba untuk menamai sepanjang abad perjalanan usia.
Ini adalah semacam kado yang terlambat datang. Semoga kau menemukan Ruh yang baek untuk menjadi jodohmu. Meski kau pernah jadi belahan Ruhku di masa kehidupan lampau. Bukankah kita dilahirkan kembali bukan untuk mengulang-ulang kesalahan masa lampau melainkan untuk memperbaikinya? Aku tak cukup baik bagimu. Aku terlalu dekil untuk bisa mewujudkan mimpi malaikat, dahyang, demits, jin, atau apa pun lah namamu – andai bisa kunamai – seindah kamu. Aku ini cuman seorang pemimpi yang tak pernah jera untuk mengulang-ulang mimpi. Telah kutandai perjalanan sejarah dengan beribu impian tentang indahnya penciptaan. Mungkin aku terlalu capek melawat perjalanan jaman ke jaman. Selalu saja isyarat-isyarat semu yang kusendiri tak pernah tuntas untuk memahami. Telah kureguk cawan perjanjian hidup abadi. Sepanjang jaman berganti wujud berganti bungkus. Telah kulahirkan beraneka ragam dongeng misteri yang kusendiri tak tahu pasti, ngapain kulakukan semua itu? Setapak ini kadang begitu terasa panjang dan berliku namun kita toh musti menyusurinya demi bersetia pada nurani dan gerak hidup yang paling dalam.
Memang sudah lama bahkan terasa sperti terlalu lama tapi tetap saja kesadaran itu hinggap dan lepas silih berganti. Bagai panel-panel listrik dengan swicht off-on yang tak jelas bagaimana mengoperasikannya.
Selamat pagi Bunga. Hujan sepanjang malam membuatmu semakin berseri meski lekang dalam kepahitan puja puji.
Kekasihku pulang. Naik becak bersandal jerami.Setelah sekian lama pergi.Wajahnya nampak kurus. Rambut ikalnya memanjang sebahu.Sementara matanya berkilat-kilat tajam.Ia tak cerita sudah melanglang kemana saja setelah pergi sekian abad. Hanya semua orang sudah tahu.Bahwa hampir separuh bumi telah menjadi miliknya.Bekal dua keping ikan lima ketul roti serta seikat dinar yang dibawa dari rumah telah ia putar dalam perdagangan.
Sudah kaya ia sekarang.Tapi baju, jubah dan sandalnya masih tetap sama dengan ketika ia berangkat.Lalu untuk apa kekayaan itu? Raut mukanya tetap tak mengunjukkan roman bahwa ia amat kaya.Bau tubuhnya pun masih biasa saja sama seperti dulu: Sedikit apak oleh keringat. Tak ada aroma parfum sebagaimana aroma tubuh orang-orang kaya. Hanya sorot mata dan lekukan senyum di bibir itu yang menyatakan bahwa kekasihku bukanlah orang miskin.
Apa saja yang sudah kau kerjakan duhai kekasih? Hingga kau bisa sedemikian kaya?
Tak ada yang kukerjakan. Aku hanya jalan dan berjalan, bertandang ke rumah orang-orang, menyapa dan menyapa.Kutanyakan khabar mereka.Bagaimana cara hidup mereka.Apa saja yang telah orang-orang itu lakukan ketika jauh dari rumah. Hanya itu. Tak ada yang kukerjakan.
Sudah barang tentu tak seorang pun percaya apa yang ia katakan. Semuanya ingin mendengar cerita-cerita hebat dahsyat dan muskil;ternyata kekasihku tak menceritakan hal-hal itu.
Aku sendiri tidak tahu kalau orang-orang mengatakan bahwa hampir separuh bumi telah menjadi milikku.Kalian lihat sendiri aku pulang tak membawa apa pun selain baju dan sandal yang kubawa dari rumah ketika aku pergi dulu?
kau jangan mengada-ada. Sudah bosankah dengan puja-puji? Telah muakkah akan segala gelimang kekayaan? Kenapa tak kau pakai jubahmu yang paling mentereng hingga kami semua dapat yakin dan turut menikmati kekayaanmu? Atau kau telah menjadi sedemikian kikir. Tak hendak membelanjakan sedikit uang bahkan untuk sepotong baju indah yang paling sederhana sekalipun?
Keindahan itu terasa subtil..ketika hati hinggap pada wilayah tanpa peta..dan kakimu pun kupu2 mungil..cekatan merangkai mimpi,kereta datang meski tanpa lintasan.Sembari bergumam sendiri, Ia hanya tersenyum tak sekata pun membalas.
Dan semuanya pun kembali seperti sediakala seperti senja kala.Seperti Ayub setelah melewati masa-masa suram maka dipulihkanlah martabatnya, kekayaannya, kesehatannya, ketenarannya, serta kemuliaan hidupnya berlipat-lipat kali seperti sebelum mengalami kesuraman atas kehendak HidupNya.Bebatuan keras tanpa meragu. Ya Sobatku memang batu karang tak terpahami. Ia memegang teguh sesuatu yang bahkan tak bisa dipahami oleh mereka yang telah membuka pintu keabadian.
Chrisman Hadi
(dikutip dari e-mail..uh jangan marah say..)
[1] Sakjok Jumblek, adalah ungkapan khas dialek medok khas Kota Surabaya, yang kurang lebih berarti, ekspresi terheran-heran karena selama hidup belum pernah menemui atau mengalami sesuatu yang baru saja ditemui atau dialaminya. Misal, ketika dulu pertama kali saya ditraktir seorang kawan untuk menginap di hotel bintang lima. Maka saya akan menyatakan keheranan saya dengan ungkapan,â€Sakjok Jumblek aku belum pernah menginap di hotel berbintang limaâ€.
[2] Sampai rasanya seperti mati berdiri dan jantung berdebar keras.
[3] I never deny U. Why I always hear your voice? You never know, I knee U, You never knee
No comments:
Post a Comment